Sahur di Palu, Buka Puasa di Kupang

Kebiasaan ziarah kubur dan baca doa sebelum bulan ramadhan sudah tidak lagi saya lakukan, sejak melewatkan puasa pertama tidak dengan orang tua dan keluarga di Banggai. Seperti ramadhan kali ini dan tahun kemarin. Tahun kemarin (1442 H) saya disibukkan dengan persiapan keberangkatan ke Bajawa, mulai dari memilah pakaian mana yang akan saya bawa, hingga antigen. Malam lepas tarawih pun, saya masih merapikan barang-barang termasuk yang akan saya tinggalkan.

Ramadhan 1442 H saya lewati beberapa jam saja sejak waktu imsak di lembah Palu, dan selebihnya dalam perjalanan ke Bajawa hingga ramadhan terakhir di Flores. Saya sahur di Palu, dan berbuka puasa di Kupang, tepatnya di depan pintu kedatangan bandara El-Tari sambil menunggu mobil layanan Bandara menjemput dan mengantar saya dan menumpang lainnya ke hotel karena penerbangan ke Bajawa dibatalkan setelah beberapa jam delay yang membuat iman saya diuji sedemikian rupa dengan aroma capuccino. Bapak-bapak di depan saya memegang satu cup kertas capucino Starbuck. Rekan si bapak minum satu cup americano. Duh, saya menghidu aroma kopi mereka sambil istigfar, pahala puasa saya pasti berkurang, tapi ya sudahlah.

Hari kedua puasa, saya sahur di Kupang dan berbuka puasa di Bajawa. Tidak ada keterlambatan penerbangan, tapi tetap saja saya terlambat hampir dua hari sesi ToT. Penyelenggara, para fasilitator dan peserta ToT lainnya sudah lebih dulu hadir di lokasi kegiatan, saling berkenalan, memulai sesi, sementara saya masih berurusan dengan aroma kopi yang mengguncang iman. Setelah perjalanan panjang dan segala koordinasi dengan kak Wiwien, manager program (program yang akan aku ikuti kita-kira sembilan bulan ke depan). Kak Wiwien semacam pintu kemana saja, eh bukan, pintu hubunganku dengan semua orang yang terlibat dengan pekerjaanku, sejak ia mewawancaraiku.

(Photo by @soundhs)

Saya tiba di Kemah Tabor menjelang ashar, atau mungkin selepas ashar. Saya tidak perhatikan jam lagi, karena langsung mengobrol dengan Kak Susi dan Om Paskalis. Kami mengobrol usai berkenalan singkat, berbasa-basi tentang penerbangan yang delay, tentang suasana Mataloko yang dingin sambil menunggu peserta pelatihan lainnya yang sedang kunjungan lapangan.

Hari-hari selanjutnya saya sahur dan berbuka puasa di tempat yang sama. Walau sahur dengan tubuh menggigil meski sudah mengenakan jaket tebal, jilbab dan kupluk.


Komentar