Sampai Jumpa

Mengutip "Sajak Kepergian" yang saya buat seminggu yang lalu :
"Di sini, di Bumi Selatan Sumatera ini, ada bahagia menyusup tapi berat melepas
Kita sejujurnya telah saling merekatkan persaudaraan
sehingga kepergian hanya urusan raga yang telah berjarak"

Pagi ini, sajak itu mewakili segala rasa. Saya bahagia karena telah menyelesaikan tugas, meski tetap memiliki banyak cacat. Saya senang, dan tidak sabar karena sebentar lagi, saya bebas menikmati semilir angin pantai talise. Berjumpa dengan adik satu-satunya, yang lebih dari 13 purnama tidak berjumpa. Komunikasi via telepon pun jarang. Kami bukan tipikal kakak-adik yang suka berkabar dengan basa-basi.

Tapi bersamaan dengan itu, tetap saja terasa berat. Bayangan anak-anak sekolah pagi ini berkelabat. Ada yang menunggu saya di depan gerbang sekolah, ada yang menunggu saya mengunci pintu kelas, ada yang diam menunduk ketika melihat wajah saya berkurang senyumnya karena mereka bertengkar.

Pagi yang sedikit dingin di kota Lubuk Linggau, tawa di ruang guru terdengar sayup-sayup. Tidak lama lagi, secangkir kopi resep saya telah terhidang. Mereka tau selera kopi saya dengan sedikit gula, dan tahu kalau saya tidak suka kopi luwak. Meski kadang-kadang, kopi itu telah dingin. Tapi tetap saya habiskan. Murid-murid yang melihat saya meneguk kopi hitam, terheran-heran di depan kantor.

Ada juga yang sengaja memasakkan saya sayur yang berbeda dengan mereka, karena tahu saya bisa diare seharian jika sedikit saja menu lezat meski sederhana terkontaminasi jengkol, pete, atau kabau.

Ada yang sengaja menyembeli ayam, dan mengundang saya untuk makan bersama. Saya tahu, ayam adalah menu paling mewah bagi mereka. Meskipun sebenarnya, saya pasti lahap jika dibuatkan menu terong, dimasak apa saja.

Ah, hati, kau terlalu sendu sepagi ini. Dan tanah ini berhasil membuat saya menjadi perempuan perasa. Yang mudah terenyuh, lalu cepat-cepat menyembunyikan air mata.

Sebelum saya kembali menangis diam-diam, saya haturkan terima kasih pada kalian. Kalian layak untuk saya abadikan dalam kehidupan saya. Mohon maaf atas segala kekeliruan saya. Mohon doanya, saya dan tim akan meninggalkan tanah silampari pagi ini pukul 10.50 dari bandara menuju Kota Metropolitan, Jakarta. Pun mohon doanya, Agar Juni, bulan depan, Kisah kita abadi dalam buku kedua saya, sebuah Novel. Aamiin.

Sampai jumpa bapak, ibu, kakak, adik, kawan, murid2, dan semuanya. Terus semangat, terlebih bapak, ibu guru dan pejuang-pejuang pendidikan. Semoga kita bersua lagi dalam keadaan terbaik. Aamiin.

Mari kita berpisah dengan senyum. Seperti senyum kami. 


Lubuk Linggau, 22 Mei 2018
(Di antara mengenang Rindu)

Ikerniaty Sandili

Komentar