Jurnalis dengan
jurus Profesional
Oleh Ikerniaty A. T. sandili
365 hari, 24 jam setiap hari, seorang
jurnalis bekerja tanpa mengenal libur dan tanggal merah. Tanpa cuti seperti
layaknya PNS. Sebab ketika sehari saja para jurnalis libur, maka informasi akan
terputus. Inilah tugas berat seorang jurnalis di medan kerja, maka tak salah
jika profesi ini dinilai sebagai sebuah
pekerjaan yang mulia.
Tak mudah menyebar energy positif lewat informasi-informasi terbaru yang
dikemas dalam satu kata yang disebut berita.
Berita ini yang menyuguhkan pada kita akan pentingnya suatu isu yang sangat
berpengaruh tidak pada diri sendiri, tetapi orang lain, keluarga, sahabat,
bahkan nasib Negara dan bangsa ini, dikemas dalam berita yang akan membangun
opini public dan mempengaruhi khalayak.
Bekerja setiap hari tanpa mengenal libur
pekan, menjadikan medan pekerjaan ini begitu berat. Setiap hari meliput,
mengolah data, menyusun kata, mematuhi kode etik jurnalistik, dan seabrek
tantangan-tantangan lainnya. Jurnalis adalah pekerjaan yang beresiko. Tetapi,
tanpa resiko bagaimana kebenaran dapat dibicarakan. Resiko-resiko yang pernah
mencengangkan adalah ketika meningkatnya jumlah jurnalis yang meninggal setelah
melaporkan beritanya. Lantas, seiring perkembangan zaman yang semakin maju,
memasuki dunia globalisasi lalu merambah pada kecanggihan teknologi yang telah
kita nikmati dalam setiap detik waktu yang kita lewati. Teknologi yang semakin
maju pula dari waktu ke waktu, mengenalkan kita pada kecanggihan istimewa yaitu
internet. Dengan internet, kita lalu mengenal nama jurnalisme warga yang
memenuhi situs-situs resmi sebagai media online dari media konvensional yang
sama.
Jurnalisme warga atau citizen journalism
adalah patisipasi masyarakat yang tidak tercatat resmi di satu media, dalam
mengolah berita. Terlalu mudah jika profesi jurnalis ini disamaratakan atau
disejajarkan dengan jurnalisme warga
atau citizen journalism. Tidak sepadan dengan resiko yang akan
ditanggung oleh jurnalisme professional. Bagaimana tidak, jurnalisme warga
masih memperdebatkan akan kode etik jurnalistik, apakah layak menjadi acuan
atau tidak. Dan realitas kemudian menjawab, bahwa jurnalisme warga tidak
memiliki kode etik atau dasar hukum dalam melakoni pekerjaannya sebagai
penyumbang informasi. Sedangkan Jurnalisme professional terikat dengan kode
etik tersebut.
Fakta kembali membuka pupil mata kita
selebar-lebarnya, bahwa citizen journalism ini dalam mengolah berita tidak
mengetahui tata cara yang sesuai sebagaimana jurnalisme professional pahami.
Asal ada informasi, bermodal gadget dan koneksi internet, pekerjaan ini akan
dapat menyaingi profesi jurnalisme yang sesungguhnya. Kata profesional sebagai
jurus ampuh dan kebanggaan para jurnalis seolah akan tenggelam seiring
berkembangnya para jurnalisme warga.
Telah terjadi ketidakseimbangan tanggung
jawab disini. Jalanan terjal dan curam yang dilalui para jurnalis professional
akan semakin terjal dengan hadirnya citizen journalism, sebagai solusi dari
kebutuhan informasi masyarakat yang meningkat. Belum lagi ancaman ini semakin
meningkat, sebab ranah para citizen
journalism ini adalah media online yang memiliki pembaca lebih banyak dari
pembaca media konvensional.
Masalah yang dihadapi dari munculnya citizen journalism adalah
citizen journalist hanya eksis di beberapa blog saja. Kenyataannya bisa
dilihat dari empat kategori citizen journalism: 1) citizen journalist
adalah orang yang memiliki kamera digital atau kamera ponsel dan menyunting
karya mereka, seperti peristiwa utama (tsunami, bom di London) atau kecelakaan
mobil, ke organisasi berita; 2) citizen journalist adalah orang yang
ingin menemukan komunitas lokal atau cybercommunity dan memproduksi
tulisan tentang komunitasnya; 3) citizen journalist adalah orang yang
mengkritisi dan mengampanyekan sebab-sebab politik; 4) citizen journalism adalah
orang yang berpartisipasi ke dalam sebuah “percakapan” dengan para jurnalis profesional
dan para pemilik blog.
Tidak ada yang meragukan bahwa sesuatu yang baru telah
muncul dan kantor berita tradisional harus setuju dengan citizen journalist.
Akan tetapi, esensi citizen journalism telah menggantikan jurnalisme
tradisional yang dianggap mati.
Para citizen journalist adalah bagian dari keluarga.
Dan perbedaannya terletak pada sebutan yang diberikan kepada mereka, yaitu
“intelegensi kolektif”. Bagi seorang jurnalis, kantor berita adalah ekspresi
intelegensi kolektif dengan hubungan horizontal antara kolega, tetapu juga
memiliki hubungan vertikal dengan editor. (editorsweblog.org, 29 Desember 2005)
· Kelebihan Citizen
Journalism
Banyak orang yang merasa tidak bisa menggunakan blog, karena
mereka merasa tidak akrab dengan Informasi Teknologi (IT). Padahal, isi
dari blog tidak adanya hubungannya dnegan IT. Setiap orang dapat menulis
apapun. Inilah hal yang penting bagi masyarakat, bahwa mereka disajikan beragam
piliham untuk dipiih. Di sini juga lah letak keindahan citizen journalism,
semuanya dikembalikan pada masyarakat.
Perkembangan teknologi informasi juga mengubah hakekat
media. Dengan internet, kini berkembang situs-situs lembaga maupun pribadi.
Selain itu, berkembang juga weblog atau blog, di mana setiap
orang bisa melaporkan peristiwa di sekelilingnya, atau paling tidak, melaporkan
gagasannya kepada publik. Dengan demikian, kalau dulu media didirikan oleh
lembaga, atau individu yang mempunyai uang dan kekuasaan (power), kini
setiap individu bisa membuat media. Karena itu, di zaman internet ini, setiap
individu juga adalah media.
Kalau ditanya siapa secara politis siapa yang dapat
keuntungan dari blog, maka keuntungan ini bisa kita kategorikan menjadi 3 hal:
finansial, sikap politis, dan keuntungan dari sisi negatif. Untuk keuntungan
finansial mungkin agak sulit karena blog pada dasarnya tidak ada aspek
komersil, akan tetapi keuntungan itu dalam bentuk lain yaitu publisitas. Kalau
keuntungan dari sisi negatif, maksudnya adalah orang-orang yang ingin mengacau,
bisa saja melakukan hal tersbut.
Jurnalisme warga sejatinya memiliki
dampak positif dan negative. Berdampak positif karena dengan adanya jurnalisme
warga, kebutuhan informasi yang semakin berkembang akan terpenuhi. Cepat
diperoleh oleh masyarakat dan mudah diakses, tidak ada berita yang eksplair, karena
diakses cepat. Membantu kerja wartawan ketika wartawan professional berhalangan
meliput. Membuka ruang untuk komentar publik, dimana
pembaca bisa bereaksi, memuji, mengkritk, atau
menambahkan bahan tulisan jurnalis professional. Menambahkan pendapat masyarakat sebagai bagian dari artikel yang ditulis
jurnalis professional. Biasanya ada
kontribusi pendapat dari luar jurnalis, dimana foto kontributor akan ikut diterbitkanSementara
dampak negatifnya adalah dengan adanya jurnalisme warga, pembaca media
konvensional akan semakin berkurang peminatnya karena orang-orang beralih ke media
online. Karena jurnalisme warga membantu berkembang pesatnya media online
dengan menyuguhkan berita-berita yang masih panas.
Dampak negative lainnya adalah, jurnalisme warga secara tidak langsung
mengancam profesi wartawan atau jurnalis professional.
·
Peluang Citizen Jurnalism pada televisi
Tidak hanya merambah pada media online,
citizen jurnalism semakin berkembang dan mengusai media lainnya. Media massa
televisi juga menjadi bagian dari jurnalisme warga. Contoh, siaran on the spot,
banyak menggunakan berita berupa vidio yang di upload warga. Beberapa acara
televisi serupa melakukan hal yang sama. Artinya , peluang jurnalisme warga
semakin besar pada pertelevisian. Sebagian besar media massa tv memiliki media
online yang terus menginformasikan berita-berita yang cepat. Satu visi antara
media massa Tv dan online, menjadikan jurnalisme warga semakinn dibutuhkan. Peluang
warga untuk turut ambil peran dalam menginformasikan berita kepada masyarakat
lainnya semakin besar.
Kenyataan ini menurut saya, semakin
membuat para jurnalis profesional semakin terpojok. Semakin terancam dengan
dunia kerja yang ia tekuni. Kata profesional yang menjadi jurus pamungkas para
wartawan tidak lagi menjadi jaminan untuk tetap menciptakan berita yang
benar-benar dibutuhkan. Jurnalis dengan jurus profersional sekalipun, akan
mampu digesr oleh jurnalisme warga. Bukan persoalan geser mennggeser,
sesungguhnya setiap media baik online maupun media konvensional mengutamakan
berita yang mampu mengubah opini publik, bukan berita seremonial. Jelas sudah,
junalis profesional ketika menyuguhkan berita seremonial akan tegeser oleh
jurnalis warga yang menyuguhkan berita the best.
Sumber referensi :
http://media.kompasiana.com/new-media/2014/04/17/kelemahan-dan-kekurangan-sitizen-jurnalizm-647548.html
Komentar
Posting Komentar